Sejumlah panggilan romantis kerap dilakukan oleh pasangan suami istri.
Wajar saja, hal itu dilakukan agar keharmonisan rumah tangga tetap terjalin baik.
Namun, dalam hukum islam ada beberapa nama panggilan yang justru harus dihindari.
Boleh gak sih manggil istri dengan sebutan, mama, bunda, ummi atau dek?
Sebelum itu, mungkin banyak dari kita yang belum mengenal apa itu Zhihar.
Lalu, Apa Itu Zhihar?
Dikutip dari ruangmuslimah, zhihar memliki arti Punggung.
Hal ini berarti memanggil istri dengan ‘engkau bagai punggung ibuku’
Sedangkan secara istilah yang dimaksud zhihar adalah suami menyerupakan istrinya pada sesuatu yang haram pada salah salah satu mahramnya seperti ibunya atau saudara perempuannya.
Panggilan zhihar seperti di atas di masa Jahiliyyah dianggap sebagai talak. Ketika Islam datang, ucapan semacam itu tidak dianggap talak. (Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 2: 14)
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنكُم مِّن نِّسَائِهِم مَّا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنكَرًا مِّنَ الْقَوْلِ وَزُورًا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
“Orang-orang di antara kamu yang menzihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun. (QS. Al Mujaadilah: 1)
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِن نِّسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِّن قَبْلِ أَن يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujaadilah: 3)
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِن قَبْلِ أَن يَتَمَاسَّا ۖ فَمَن لَّمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ۚ ذَٰلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka barangsiapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur.Tetapi barangsiapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin.Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih.” (QS. Al Mujaadilah: 4)
Lalu, bagaimana dengan memanggil istri ummi, bunda, mama dan sebagainya?
Ada pendapat dari Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, beliau mengatakan,
“Dimakruhkan seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan nama mahramnya seperti ‘wahai ibuku’, ‘wahai saudaraku (mari dek)’ atau semacam itu.
Karena seperti itu berarti menyerupakan istri dengan mahramnya,” (Tafsir As-Sa’di, hal. 893).
Ada keterangan lain yang menganggap memanggil dengan panggilan seperti itu tidak termasuk zhihar yang terlarang dalam ayat. Karena zhihar itu ada dua macam:
Pertama, zhihar tegas seperti engkau seperti punggung ibuku, Kedua, zhihar kinayah yaitu tidak tegas seperti engkau bagiku seperti ibu dan adikku.
Untuk yang terakhir mesti dilihat dari niatnya. Jika diniatkan zhihar, maka termasuk zhihar.
Namun jika maksudnya menyerupakan dengan ibu dan adik dari sisi kemuliaan, maka tidak termasuk zhihar. Ketika tidak termasuk, maka tidak ada kewajiban atau kafarah apa pun. (Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 2: 15).
Untuk saat ini panggilan suami berupa mama, ummi, dek atau semacamnya, secara jelas kita tahu bahwa hal itu bukanlah Zhihar seperti yang orang jahiliyah maksudkan.
Panggilan itu berarti panggilan biasa, bahkan panggilan untuk menunjukkan rasa sayang, maka itu tidak apa-apa.